Senin, 30 Maret 2015

PENGELOLAAN KELAS MELALUI PENDEKATAN EKLEKTIK DALAM MEMBENTUK KARAKTER SISWA



PENGELOLAAN KELAS MELALUI PENDEKATAN EKLEKTIK DALAM MEMBENTUK KARAKTER SISWA

Oleh : Nur Saumi
Prodi Administrasi Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan
Universitas Negeri Medan

I. PENDAHULUAN
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki ruang-ruang dimana dalam ruang kelas tersebut tidak hanya sebatas sebuah ruang yang dibatasi oleh dinding-dinding pada setiap sisinya, namun disana selain terdiri dari beberapa orang siswa yang sedang menuntut ilmu dengan dipandu oleh seorang guru dalam proses pembelajaran, terdapat pula berbagai macam sistem yang berjalan dalam ruang kelas tersebut.
Kelas merupakan organisasi kecil bagian dari sekolah dengan anggota beberapa siswa yang memiliki keunikan dan karakteristik berbeda. Kegiatan sekolah yang diperuntukkan bagi kelas baik agenda tahunan maupun kegiatan insidentil dilakukan untuk memupuk rasa gotong royong, kerjasama, dan rasa memiliki terhadap kelas, seperti lomba-lomba di hari ulang tahun sekolah, lomba untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, lomba di hari Kartini, jumat bersih, class meeting, dan lain sebagainya.
Dalam proses pembelajaran, ruang kelas adalah salah satu komponen penting yang mendukung KBM (Proses Belajar Mengajar). Dengan adanya ruang kelas, proses KBM dapat terlaksana dengan efektif dibandingkan dengan KBM tanpa ruang kelas, misalnya rusaknya ruang kelas, dan lainnya.
Di dalam ruang kelas, terdapat individu-individu yang menempatinya dengan karakteristik yang berbeda. Ruang kelas sebagai tempat mereka bernaung hendaknya mampu berperan dalam pembentukan karakter yang tentu akan berguna untuk kehidupannya mendatang.
Namun, banyak yang beranggapan bahwa ruang kelas hanya sebatas sebagai tempat belajar, namun sebenarnya disana terdapat sistem sosial serta interaksi yang lambat laun, sadar ataupun tidak, akan berpengaruh terhadap pembentukan karakter individu tersebut.
Mulyasa (2013) meyatakan : “pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik”. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya anjuran atau suruhan terhadap anak-anak untuk duduk yang baik, tidak berteriak-teriak agar tidak mengganggu orang lain, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orang tua, menyayangi yang muda, menghormati yang tua, menolong teman dan seterusnya merupakan proses pendidikan karakter.
Dewantara (1967) pernah mengemukakan beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter, yakni ngerti-ngroso-nglakoni (menyadari, menginsyafi, dan melakukan). Hal tersebut senada dengan ungkapan orang Sunda di Jawa Barat, bahwa pendidikan karakter harus merujuk pada adanya keselarasan antara tekad-ucap-lampah (niat, ucapan/kata-kata dan perbuatan).
Pendidikan karakter merupakan proses yang berkelanjutan dan tak pernah berakhir, sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan, yang ditujukan pada terwujudnya sosok manusia masa depan, dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter harus menumbuhkembangkan nilai-nilai filosofis dan mengamalkan seluruh karakter bangsa secara utuh dan menyeluruh.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka semua pihak terutama dilingkungan sekolah harus berperan penting, terutama guru sebagai pengelola kelas dalam fungsi yang tepat. Sementara ini pemahaman mengenai pengelolaan kelas nampaknya masih keliru. Seringkali pengelolaan kelas dipahami sebagai pengaturan ruangan kelas yang berkaitan dengan sarana seperti tempat duduk, lemari buku, dan alat-alat mengajar. Padahal pengaturan sarana belajar mengajar di kelas hanyalah sebagian kecil saja, yang terutama adalah pengkondisian kelas, artinya bagaimana guru merencanakan, mengatur, melakukan berbagai kegiatan di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dan berhasil dengan baik.
Pengelolaan kelas merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru di dalam kelas dengan memberdayakan seluruh potensi kelas yang ada seoptimal mungkin untuk menciptakan suasana atau kondisi kelas yang menunjang program pengajaran, agar siswa ikut terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Di samping itu, proses belajar mengajar dapat terwujud dengan baik apabila terdapat interaksi yang komunikatif antara guru dengan siswa, sesama siswa maupun dengan sumber belajar lainnya.
Dalam pengelolaan kelas, guru sebagai pemeran utama yang sangat menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar, harus senantiasa memperhatikan dan menciptakan suasana kondusif di dalam kelas. Dengan adanya guru yang berkompeten dan berkualitas diharapkan guru mampu dalam menciptakan suasana belajar yang efektif dan efisien di dalam kelas.
Kelas yang terdiri dari berbagai sifat dan karakter siswa membutuhkan pengelolaan yang baik agar kegiatan dan aktivitas dalam kelas berjalan lancar dan maksimal. Guru harus memiliki keterampilan dalam pengelolaan kelas agar terwujudnya suasana nyaman bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Guru harus memperhatikan semua aspek yang berkaitan dengan siswa, baik tata letak duduk, hiasan dinding, kebersihan kelas, kondisi fisik, kondisi sosial bahkan kondisi emosional. Karena dengan pengetahuan tentang segala aspek pribadi siswa, guru dapat dengan mudah mengelola kelas agar dapat menciptakan kegitan pembelajaran yang maksimal serta pembentukan karakter siswa yang baik.
Tanpa  pengelolaan  kelas  yang  baik  oleh  seorang  guru, mengakibatkan siswa kurang memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan diri sehingga siswa tidak memiliki sikap percaya diri. Siswa merasakan adanya ketimpangan dalam kegiatan dikelas. Sifat cemburu dapat saja muncul jika guru hanya memperhatikan siswa yang pintar dan baik saja, sedangkan yang kurang pintar merasa dikucilkan dan malah membuat dirinya rendah diri. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai karakter bangsa.
Wilford A. Weber (1986) menyatakan bahwa pendekatan dengan cara menggabungkan semua aspek terbaik dari berbagai pendekatan manajemen kelas untuk menciptakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna, yang secara filosofis, teoritis, dan/atau psikologis dinilai benar, yang bagi guru merupakan sumber pemilihan perilaku pengelolaan tertentu yang sesuai dengan situasi disebut pendekatan eklektik.
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dan inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien sehingga mampu membentuk karakter siswa yang baik.

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengelolaan Kelas
Direktorat   Jenderal   Pendidikan   Tinggi, Departemen   Pendidikan   dan Kebudayaan  membagi  pengertian  pengelolaan  kelas  ke  dalam  lima  defenisi yaitu:
1.        Definisi pertama, memandang bahwa pengelolaan kelas sebagai proses untuk   mengontrol tingkah laku siswa. Pandangan ini bersifat otoritatif. Dalam kaitan ini tugas guru ialah menciptakan dan memelihara ketertiban suasana kelas. Penggunaan disiplin amat diutamakan. Menurut pandangan ini istilah pengelolaan kelas dan disiplin kelas dipakai sebagai sinonim. Secara lebih khusus, definisi pertama  ini  dapat  berbunyi:  pengelolaan  kelas  ialah  seperangkat kegiatan  guru  untuk  menciptakan  dan  mempertahankan  ketertiban suasana kelas.
2.        Definisi kedua bertolak belakang dengan definisi pertama diatas, yaitu yang didasarkan atas pandangan yang bersifat permisif. Pandangan ini menekankan bahwa tugas guru ialah memaksimalkan perwujudan kebebasan siswa. Dalam hal ini guru membantu siswa untuk merasa bebas melakukan hal yang ingin dilakukannya. Berbuat sebaliknya berarti  guru  menghambat  atau  menghalangi  perkembangan  anak secara alamiah. Dengan demikian, definisi kedua dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa. Meskipun kedua pandangan diatas, pandangan otortatif dan permisif, mempunyai sejumlah pengikut, namun keduanya dianggap kurang efektif bahkan kurang bertanggungjawab. Pandangan otoritatif adalah kurang manusiawi sedangkan pandangan permisif kurang realistik.
3.        Definisi ketiga didasarkan pada prinsip-prinsip pengubahan tingkah laku (behavioral modification). Dalam kaitan ini pengelolaan kelas dipandang sebagai proses pengubahan tingkah laku siswa. Peranan guru ialah mengembangkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Secara singkat, guru membantu siswa dalam  mempelajari  tingkah  laku  yang  tepat  melalui  penerapan prinsip-prinsip yang diambil dari teori penguatan (reinforcement). Definisi yang didasarkan pada pandangan ini dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan.
4.        Definisi keempat memandang pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim sosio-emosional yang positif didalam kelas. Pandangan ini mempunyai  anggaran dasar bahwa kegiatan belajar akan berkembang secara maksimal  di dalam kelas yang beriklim positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Untuk  terciptanya suasana seperti ini guru memegang peranan kunci. Dengan demikian peranan guru ialah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui pertumbuhan hubungan interpersonal yang sehat.  Dalam kaitan ini definisi keempat dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif.
5.        Definisi kelima bertolak dari anggapan bahwa kelas merupakan sistem sosial  dengan  proses  kelompok  (group  process)  sebagai  intinya. Dalam kaitan ini dipakailah anggapan dasar bahwa pengajaran berlangsung dalam kaitannya dengan suatu kelompok. Dengan demikian, kehidupan kelas sebagai kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti terhadap kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai proses individual. Peranan guru ialah mendorong berkembangnya dan berprestasinya sistem kelas yang efektif. Definisi kelima dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
Berdasarkan lima defenisi yang dirujuk dari Dierktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan di atas maka seorang guru dapat dikatakan mengelola kelas dengan baik jika guru tersebut dapat mewujudkan kelima suasana belajar sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian di atas. Pengertian baik dalam pengelolaan kelas dalam tanda kutip adalah sesuai dengan situasi dan kondisi siswa juga sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah dimana guru itu bertugas.
Oleh sebab itu, jika kelima suasana belajar itu dapat terwujud maka meskipun membutuhkan sebuah proses yang bertahap diharapkan akan   terbentuklah sedikitnya lima karakter pada diri siswa yaitu karakter demokrasi, toleransi, disiplin, kreatif dan komunikatif.

B. Karakter Siswa
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”.Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”.Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek.Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter siswa. Guru membantu membentuk watak siswa. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Sedangkan menurut Imam Ghazali karakter adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter:
a.         Moral Knowing: Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik.
b.        Moral Feeling: Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.
c.         Moral Action: Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior
Dengan tiga tahapan ini, proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan dan praktik doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya, siswa akan mencintai berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri.
Katherine M.H. Blackford dan Arthur Newcomb dalam tulisannya tentang analyzing character menjelaskan bahwa orang-orang yang berkarakter yang bisa diharapkan akan  maju dan  mampu membawa kemajuan adalah mereka yang memiliki ciri-ciri pokok antara lain: kejujuran, bisa dipercaya, setia, bijaksana, penuh kehati- hatian, antusias, berani, tabah, penuh integritas dan bisa diandalkan.
Karakter berkaitan dengan personality walaupun ada perbedaannya. Personaliti merupakan trait bawaan sejak lahir, sedangkan karakter merupakan perilaku hasil pembelajaran. Anak lahir dengan trait personality tertentu, ada yang periang, murah senyum dan terbuka.
Karakter pada dasarnya diperoleh melalui interaksi dengan teman, orang tua, guru dan lingkungan. Karakter diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau pengamatan terhadap periaku orang lain. Pembelajaran langsung bisa berupa ceramah atau diskusi tentang karakter, sedangkan pengamatan diperoleh melalui pengalaman sehari-hari apa yang dilihat dilingkungan.
Nilai-nilai karakter yang sudah dirumuskan dalam disain induk pendidikan karakter adalah:
NO
Nilai
Deskripsi
1
Religius
sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran  terhadap  pelaksanaan  ibadah  agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan
3
Toleran
Sikap  dan  tindakan  yang  menghargai perbedaan agama, suku, etnis, penda[at, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
5
Kerja keras
perilaku  yang  menunjukkan upaya  sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6
Kreatif
Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
7
Mandiri
Sikap  dan  perilaku  yang  tidak  muah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8
Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirina dan orang lain
9
Rasa ingin tahu
Sikap  dan  tindakan  yang  selalu  berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar
10
Semangat kebangsaan
Cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya
11
Cinta tanah air
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12
Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk  menghasilkan  sesuatu  yang  berguna bagi     masyarakat     dan     mengakui     serta menghormati kebersihan orang lain
13
Bersahabat/komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,  bergaul dan  bekerja sama dengan orang lain
14
Cinta damai
Sikap, perkataan dan tindakan ang menyebabkan orang  lain  merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
15
Gemar membaca
Kebiasaan  menyediakan  waktu  untuk membaca berbagai badaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya
16
Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya   dan   mengembangkan   upaya- upaya  untuk  memperbaiki  kerusakan  alam yang sudah terjadi
17
Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
18
Tanggung jawab
ikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan  tugas  dan kewajibannya  yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter diatas bukan diberikan sebagai mata pelajaran baru tetapi diintegrasikan dan dikembangkan secara komprehensif melalui semua mata pelajaran, budaya sekolah dan pengembangan diri siswa dalam berbagai aktifitas sekolah, intra dan ekstra kurikuler serta komitmen para guru serta seluruh staf dalam interaksi mereka di lingkungan sekolah dan di luar  lingkungan sekolah.

C. Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas
Tugas guru dalam konteks ini membantu  mengkondisikan siswa di kelas pada sikap, perilaku atau kepribadian yang benar, agar mampu menjadi agents of modernization bagi dirinya sendiri, lingkungannya, masyarakat dan siapa saja yang dijumpai tanpa harus membedakan suku, agama, ras dan golongan. Maksudnya pelaksanaan dan proses pembelajaran harus mampu membantu siswa agar menjadi manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggungjawab dan bersosialisasi).
Berdasarkan disain pembinaan karakter bangsa oleh kementrian pendidikan nasional, bahwa nilai-nilai karakter bangsa tidak diajarkan tapi dikembangkan menjadi kepribadian  siswa, melalui proses pembelajaran, interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta implementasi berbagai peraturan sekolah, dan suasana sekolah secara keseluruhan yang mendukung pembinaan pribadi siswa menjadi anak yang religious, jujur, peduli terhadap sesama, peduli terhadap lingkungan dan berbagai nilai karakter lainnya.
Menurut H. Koontz & O’Donnel (Aldag, 1987), pengelolaan berhubungan dengan pencapaian suatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang lain. Hampir senada dengan pendapat tersebut, Siregar (1987) menyatakan bahwa pengelolaan adalah proses yang membeda-bedakan atas: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengendalian, dengan memanfaatkan ilmu dan seni, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Pengelolaan juga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam pengelolaan terkandung pengertian pemanfaatan sumber daya untuk tercapainya tujuan. Sumberdaya adalah unsur-unsur dalam pengelolaan, yaitu: manusia (man), bahan (materials), mesin/peralatan (machines), metode/cara kerja (methods), modal uang (money), informasi(information). Sumberdaya bersifat terbatas, sehingga tugas manajer adalah mengelola keterbatasan sumber daya secara efisien dan efektif agar tujuan tercapai.
Proses pengelolaan adalah proses yang berlangsung terus menerus, dimulai dari: membuat perencanaan dan pembuatan keputusan (planning); mengorganisasikan sumberdaya yang dimiliki(organizing); menerapkan kepemimpinan untuk menggerakkan sumberdaya (actuating); melaksanakan pengendalian (controlling). Proses di atas sering disebut dengan pendekatan Barat dengan konsep POAC (Planning-Organizing-Actuating-Controlling), berbeda dengan pendekatan Jepang yang dikenal dengan pendekatan PDCA (Plan-Do-Check-Action). Dalam konteks dunia pendidikan, yang dimaksudkan dengan manajemen pendidikan/sekolah adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dalam upaya untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan pada uraian sebelumnya, keterkaitan antara nilai-nilai perilaku dalam komponen-komponen moral karakter (knowing, feeling dan action) terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, kebangsaan, dan keinternasionalan membentuk suatu karakter manusia yang unggul (baik). Penyelenggaraan pendidikan karakter memerlukan pengelolaan yang memadai. Pengelolaan yang dimaksudkan adalah bagaimana pembentukan karakter dalam pendidikan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan secara memadai.
Sebagai suatu sistem pendidikan, maka dalam pendidikan karakter juga terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang selanjutnya akan dikelola melalui bidang-bidang perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Unsur-unsur pendidikan karakter yang akan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan tersebut antara lain meliputi: (a)nilai-nilai karakter kompetensi lulusan, (b)muatan kurikulum nilai-nilai karakter, (c) nilai-nilai karakter dalam pembelajaran, (d)nilai-nilai karakter pendidik dan tenaga kependidikan, dan (e) nilai-nilai karakter  pembinaan siswa.
Pemerintah telah menetapkan bahwa lulusan siswa dalam suatu sekolah hendaknya memiliki nilai-nilai karakter, yaitu mempunyai kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.  Nilai-nilai karakter yang ada dalam pengelolaan kelas adalah disiplin, terbuka, bertanggungjawab, kerjasama, cermat dan partisipatif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, khususnya guru baru pada pertemuan pertama dengan siswa dikelas sebagai berikut : (1) Bersikap tenang dan percaya diri sendiri; (2) Tidak menunjukkan rasa cemas, muka masam atau sikap yang tidak simpatik; (3) Memperkenalkan diri; (4) Melaksanakan pembelajaran dengan lancer dan tertib; dan (5) Bertindak disiplin, baik terhadap siswa maupun terhadap diri sendiri.
Terdapat dua macam masalah pengelolaan kelas, yaitu :
1. Masalah Individual :
a.         Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
b.        Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan)
c.         Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
d.        Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.

2. Masalah Kelompok :
a.         Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.
b.        Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
c.         Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya.
d.        “Membombong” anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
e.         Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
f.         Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair. Kelas kurang mampu menyesuakan diri dengan keadaan baru.

D. Pendekatan Eklektik Dalam Membentuk Karakter Siswa
Pendekatan eklektik (eclectic approach) ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dan inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut.
Pendekatan eklektik disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien.
Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu set (rumpun) kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien.
Menurut James Cooper (1995) mengemukakan tiga pendekatan dalam pengelolaan kelas , yaitu pendekatan modifikasi perilaku, pendekatan sosio-emosional, dan pendekatan proses kelompok. Berikut penjelasan ketiga pendekatan di atas adalah sebagai berikut :

1.        Pendekatan modifikasi perilaku (Behavior-Modification Approach) 
Pendekatan ini didasari oleh psikologi behavioral yang menganggap perilaku manusia yang baik maupun yang tidak baik merupakan hasil belajar. Oleh sebab itu perlu membentuk, mempertahankan perilaku yang dikehendaki dan mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak dikehendaki.
Berdasarkan pendekatan ini maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam pendekatan modifikasi perilaku aktivitas di utamakan pada penguatan tingkah laku peserta didik yang baik maupun tingkah laku peserta didik yang kurang baik, dengan pendekatan ini diharapkan guru dapat merubah tingkah laku peserta didik sesuai dengan yang diharapkan oleh guru. Teknik-teknik yang dapat diterapkan adalah:
a.         Penguatan negatif Penguatan negatif adalah pengurangan hingga penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan untuk mendorong terulangnya perilaku yang diharapkan.
b.        Penghapusan Penghapusan adalah usaha mengubah tingkah laku subyek didik dengan cara menghentikan respon terhadap tingkah laku mereka yang semula dikuatkan oleh respon itu.
c.         Hukuman Yaitu penghentian secara langsung perilaku anak yang menyimpang. Sebenarnya penguatan negatif dan penghapusan merupakan hukuman yang tidak langsung. Dengan kata lain hukuman adalah pengajuan stimulus tidak menyenangkan untuk menghilangkan dengan segera tingkah laku subyek didik yang tidak diharapkan.

2.    Pendekatan Iklim Sosio-Emosional (Socio-Emotional Climate Approach) 
Pendekatan sosio-emosional bertolak dari psikologi klinis dan konseling. Pandangannya adalah bahwa proses belajar-mengajar yang berhasil mempersyaratkan hubungan sosio-emosional yang baik antara guru subyek didik. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan ini mengutamakan pada hubungan yang baik antar personal di dalam kelas, baik itu guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik, sehingga peserta didik merasa aman dan senang berada dalam kelas serta berpartisipasi dalam proses belajar mengajar dalam kelas. Dengan kata lain peran guru sangat penting dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif dan guru diharapkan dapat merasakan apa yang dirasakan oleh peserta didik serta mampu menyikapinya secara demokratis

3.    Pendekatan Proses Kelompok (Group-Process Approach) 
Pendekatan proses kelompok berangkat dari psikologi sosial dan dinamika kelompok, dengan anggapan bahwa proses belajar-mengajar yang efektif dan efisien berlangsung dalam konteks kelompok. Untuk itu guru harus mengusahakan agar kelas menjadi suatu ikatan kelompok yang kuat. Dapat penulis simpulkan pendekatan proses kelompok ini bahwa pengalaman belajar peserta didik didapat dari kegiatan kelompok di mana dalam kelompok terdapat norma-norma yang harus diikuti oleh anggotanya, terdapat tujuan yang ingin dicapai, adanya hubungan timbal balik antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan, serta memelihara kelompok yang produktif.
Dengan perpaduan beberapa pendekatan pengelolaan kelas, siswa mengalami pembelajaran yang akan membentuk karakter siswa. Pendekatan kekuasaan dapat membentuk disiplin siswa, pendekatan ancaman dapat membentuk karakter tanggung jawab, pendekatan kelompok dapat membentuk karakter sosial siswa, dsb. Yang kesemuanya berpadu dalam pengelolaan serta proses pembelajaran.

III. KESIMPULAN DAN SARAN
Pengelolaan kelas yang baik sangat efektif untuk membentuk nilai karakter bangsa sebab jika seorang guru dapat mengimplementasikan pengelolaan kelas dengan baik di dalam kegiatan pembelajaran, maka akan menghasilkan suasana pembelajaran yang baik.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas merupakan seperangkat perilaku yang kompleks dimana guru menggunakan untuk menata dan memelihara kondisi kelas yang akan memampukan para siswa mencapai tujuan pembelajaran secara efisien.
Faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas adalah kurikulum, bangunan dan sarana, guru, siswa dan dinamika kelas. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Penyelenggaraan pendidikan karakter memerlukan pengelolaan yang memadai. Pengelolaan yang dimaksudkan adalah bagaimana pembentukan karakter dalam pendidikan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan secara memadai.
Agar seorang guru dapat mengimplementasikan  pengelolaan kelas dengan baik di dalam kegiatan pembelajaran, maka sebenarnya ada beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru yaitu :
1.        Guru harus banyak membaca referensi-referensi yang berkaitan dengan pengelolaan kelas sebab tidak akan mungkin pengelolaan kelas dapat terimplementasi dengan baik di dalam kegiatan pembelajaran jika seorang guru kurang memiliki wawasan tentang pengelolaan kelas tersebut. Referensi yang berkaitan dengan pengelolaan kelas sebenarnya juga cukup luas seperti psikologi pendidikan, psikologi belajar, dan lain sebagainya.
2.        Selain memiliki wawasan yang cukup luas tentang pengelolaan kelas sebenarnya guru juga harus difasilitasi dengan sarana dan prasarana yang baik. Ini adalah tugas dari fihak pengelola sekolah sebab tanpa didukung oleh sarana dan prasarana yang baik maka sebaik apapun wawasan guru tentang pengelolaan kelas tentu tidak akan memberikan hasil yang maksimal.
3.        Selain memberikan fasilitas sarana dan prasarana yang baik kepada guru, jika mampu maka sebaiknya pihak pengelola sekolah juga dapat mengajak guru untuk melakukan studi banding atau observasi lapangan ke sekolah-sekolah yang sudah cukup baik dalam melaksanakan pengelolaan kelas sehingga guru memiliki pengalaman yang lebih luas dan lebih variatif.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar